Senin, 28 November 2011

Nuklir Korea Utara

BAB I


PENDAHULUAN



Latar Belakang




Semenanjung Korea adalah daerah yang berbatasan langsung dengan Manchuria dan Russia saat ini. Sejak terpecahnya Korea menjadi dua bagian hingga kini, masalah di daerah Semenanjung Korea adalah masalah yang sangat menarik untuk dibahas. Kedua Negara, yaitu Republik Rakyat Demokratis Korea di wilayah bagian utara yang berhaluan komunis dengan ibukota Pyongyang dan Republik Korea di wilayah selatan yang berhaluan liberal terpisah tepat pada garis lintang utara 38 derajat . Kemudian lebih akrab dikenal sebagai Korea Utara dan Korea Selatan.


Pada awal kedua negara tersebut merdeka, tejadi beberapa masalah yang timbul dan mempengaruhi politik dunia. Misalnya saat setelah merdeka tahun 1948, tepatnya dua tahun sesudahnya yaitu tahun 1950 Korea Utara yang dipimpin oleh Kim Il-Sung yang telah mendapatkan bantuan militer dari Uni Soviet segera melakukan penyerangan terhadap wilayah Korea Selatan. Akibatnya wilayah Korea Selatan hingga kota Seoul (ibukota Korea Selatan) dapat dikuasai Korea Utara. Saat itu Korea Selatan tidak memiliki persiapan militer yang memadai sehingga mereka terpaksa mundur dan meninggalkan ibukota. Hal ini memicu PBB untuk melakukan tindakan penyelamatan Korea Selatan.


Dengan bantuan PBB, Korea Selatan berhasil merebut Seoul dari tangan Korea Utara. Dan peperangan ini berlangsung selama tiga tahun, hingga kedua pihak sepakat untuk melakukan gencatan senjata pada bulan Juli 1953. Meskipun gencatan senjata tersebut telah dilakukan, hingga kini masalah kedua negara tersebut masih tersisa. Misalnya saja isu nuklir Korea Utara, yang tidak hanya mengkhawatirkan rakyat Korea Selatan saja namun rakyat dunia pada umumnya.


Pada perkembangannya, Korea Selatan yang liberal dan lebih terbuka mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih baik daripada Korea Utara yang cenderung tertutup terhadap dunia luar. Korea Utara yang bisa dikatakan lebih miskin dari Korea Selatan tersebut pada tahun 1985 mencari jalan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri yang murah. Kemudian Korea Utara merencanakan program nuklir.


Program tersebut menjadi sangat kontroversial hingga sekarang, banyak negara yang tidak setuju dengan program tersebut. Namun begitu, Korea Utara tetap melaksanakan program nuklirnya, termasuk pula hulu ledak nuklir. Kini Korea Utara memiliki banyak musuh yang harus dihadapi akibat program tersebut, misalnya saja Amerika yang telah mengecap Korea Utara sebagai axis of evil dan sekutu-sekutunya serta PBB.


Makalah yang singkat ini akan membahas tentang masalah yang dihadapi oleh Korea Utara pada sekitar tahun 2000 hingga sekarang, terkait dengan program nuklir tersebut dan tidak menutup kemungkinan membahas sedikit tentang latar belakang tentang tahun-tahun sebelumnya. Semoga bermanfaat.


Rumusan Masalah


Mengapa Korea Utara pada tanggal 25 Mei 2009 lalu tetap melakukan uji coba nuklir meskipun dikecam berbagai macam pihak termasuk PBB?

Bagaimanakah kondisi hubungan bilateral antara Korea Utara dan Korea Selatan pada saat ini terkait percobaan nuklir Korea Utara?










BAB II


PEMBAHASAN


Senjata yang paling ditakuti dan momok bagi dunia saat ini adalah bom nuklir. Karena dengan satu bom saja mampu meratakan suatu daerah dengan jangkauan yang amat luas. Belum lagi dampak menahun yang diakibatkan radiasi Uranium(bahan dasar nuklir) yang mengakibatkan berbagai kecacatan dalam organ tubuh makhluk hidup.


Jepang langsung menyerah terhadap Amerika Serikat karena dua kotanya yaitu Hiroshima dan Nagasaki dibom jenis ini berturut-turut pada Agustus 1945. Padahal saat itu kekuatan militer Jepang merupakan suatu momok bagi musuh-musuhnya. Namun setelah kekalahan Jepang tersebut, serta mengetahui dampak yang diakibatkan oleh nuklir, belum ada lagi yang meledakkan nuklir untuk kepentingan perang. Mengingat dampaknya yang luar biasa.


Namun begitu, Amerika Serikat masih memiliki banyak hulu ledak nuklir. Amerika merupakan negara pertama pemakai senjata jenis ini, serta negara yang paling banyak memiliki hulu ledak nuklir di dunia. Pada tahun 1991 saja Presiden Amerika George Bush menarik semua persenjataan nuklirnya di luar negeri, baik yang berbasis darat maupun laut termasuk yang ditempatkan di Korea Selatan yang berjumlah sekitar 100 buah. Meskipun Amerika memiliki banyak senjata nuklir, Amerika tak menginginkan negara-negara lain dalam pengertian “musuh-musuhnya” mengembangkan senjata tersebut, termasuk Korea Utara dan Iran.



Nuklir Korea


Kembali pada sejarah perang Korea, pada saat itu Korea Utara hampir melahap seluruh wilayah Korea Selatan. Namun upaya itu gagal karena pasukan gabungan PBB turut membantu Korea Selatan untuk merebut kembali wilayahnya dari rezim komunis. Pasukan gabungan ini sebagian besar terdiri dari pasukan Amerika Serikat yang dipimpin oleh MacArthur. Perang Korea ini menewaskan sedikitnya 34000 nyawa pasukan Amerika Serikat.


Dari hal tersebut, Amerika Serikat merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi Korea Selatan dari ancaman militer yang ada. Kemudian Amerika menempatkan beberapa persenjataan nuklirnya di Korea Selatan untuk menjaga daerah tersebut dari ancaman-ancaman militer. Dari sinilah era nuklir Korea dimulai. Melihat Korea Selatan dipayungi nuklir oleh Amerika, Korea Utara mulai mengembangkan Nuklirnya. Namun karena pada saat itu dunia internasional gencar menolak aksi pengayaan nuklir, Korea Utara pada tahun 1985 bersedia ikut serta dalam NPT atau nuclear Nonproliferation Treaty, yaitu trakta yang bertujuan untuk tidak akan memproses atau memperkaya nuklir di negaranya dengan catatan Amerika menarik seluruh persenjataan nuklirnya dari Korea Selatan.


Amerika Serikat pada tahun 1991 menarik senjata nuklirnya dari Korea Selatan, dan pada 31 Desember tahun yang sama kedua Korea sepakat menandatangani South-North Joint Declaration on the Denuclearization of the Korean Peninsula. Yaitu perjanjian dengan tujuan kedua negara tidak akan melakukan uji coba, memproduksi, menerima, memiliki, menyebarkan, atau menggunakan senjata nuklir serta memiliki alat untuk memproses dan memperkaya Uranium. Di samping itu, kedua negara juga sepakat mengijinkan inspeksi terhadap fasilitas-fasilitas nuklir di negaranya.


Meskipun telah menandatangani perjanjian tersebut, pada September 1992 inspektur International Atomic Energy Agency (IAEA) menemukan suatu laporan Korea Utara yang keliru mengenai program nuklirnya. Kemudian mereka meminta pihak Korea Utara mengklarifikasi isu tersebut, termasuk jumlah plutonium. Mereka juga meminta mengadakan penyelidikan khusus terhadap tempat penyimpanan sampah nuklir. Namun pihak Utara menolaknya. Dan pada Maret 1993, Korea Utara mundur dari NPT.


Hingga saat ini upaya pelucutan nuklir Korea Utara gencar dilakukan, namun tak satupun jalan ditemui. Meskipun Korea Utara telah menandatangani NPT dan South-North Joint Declaration on the Denuclearization of the Korean Peninsula, namun tetap saja terdapat aktivitas pengayaan Uranium di negara tersebut. Pada Januari 1994, Direktur Central Intelligence Agency (CIA) memperkirakan Korea Utara telah memiliki sedikitnya satu atau dua senjata nuklir.


Dan puncaknya di tahun 2006 Korea Utara melakukan uji coba bom nuklirnya yang pertama, dan pada 25 Mei 2009 yang kedua. Percobaan kedua menurut Russia kekuatannya sama dengan bom Amerika yang jatuh di Nagasaki pada tahun 1945.


Para analis mengatakan, uji coba nuklir ini sengaja dilakukan agar Pyongyang bisa meningkatkan kekuatannya dalam setiap perundingannya dengan Washington” (Sudarto, www.theglobalreview.com). Tak bisa dipungkiri memang Korea Utara adalah negara yang miskin. Bencana kelaparan pernah terjadi di negara tersebut. Pada http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2008/08/080826_koreannooddle.shtml mengatakan bahwa “Bulan lalu PBB memperingatkan, warga negara itu mengalami kelangkaan pangan paling buruk dalam satu dekade”, ditulis pada Agustus 2008. Hal ini membuktikan bahwa kemiskinan memang sangat tinggi jumlahnya pada negara tersebut, memenuhi kebutuhan pokok saja tidak mampu.


Selama ini Korea Utara hidup dengan mengandalkan bantuan dari negara lain. Berkebalikan dengan kekuatan militernya yang amat besar, kekuatan ekonomi untuk memberi makan rakyatnya sangatlah kecil. Maka dari itu Korea Utara mengandalkan bantuan dan bantuan dari negara lain, termasuk dari Korea Selatan dan Amerika.


Korea sejak Perang Korea 1950-1953 meskipun telah melakukan gencatan senjata, namun status “Perang Korea” hingga kini belum berakhir. Meskipun begitu, terdapat catatan-catatan baik mengenai hubungan kedua negara sejak tahun 1990. Misalnya saja diadakannya Kebijakan Sinar Matahari, yaitu kebijakan yang dirintis oleh mantan presiden Korea Selatan Kim Dae Jung. Kebijakan ini berintikan “Kebijakan terhadap Korea Utara tidak boleh berlandaskan pada pertentangan, tetapi melalui bantuan kemanusiaan agar dapat membimbing Korea Utara membuka pintunya.” Sejak saat itu, bantuan demi bantuan mengalir dari selatan ke utara. Kebijakan ini berlanjut hingga presiden Korea Selatan selanjutnya, Roh Moo-hyun.


Pada pemilihan presiden Korea Selatan selanjutnya yaitu pada tahun 2008, terpilihlah Lee Myung-bak. Dia merupakan orang yang lebih keras terhadap Korea Utara dibandingkan Roh Moo-hyun. Dia mendukung segala kebijakan yang bertujuan untuk menghadapi Korea Utara.


Puncak ketegangan dari hubungan antar dua Korea ini adalah dibatalkannya semua kesepakatan militer dan politik oleh Korea Utara dengan alasan Korea Selatan berniat Jahat. “Semua butir yang disepakati yang menyangkut masalah diakhirinya konfrontasi politik dan militer antara Utara dan Selatan akan dibatalkan,” kata Komite Reunifikasi Damai Korea…(http://www.bbc.co.uk/indonesian/news/story/2009/01/090130_nkorea.shtml, diakses 2 Juni 2009). Dengan demikian, ketegangan di Semenanjung Korea semakin memanas.


Meskipun Korea Utara mengalami kemiskinan, namun mereka tetap memperkuat kekuatan militernya. Nuklir, 800 rudal balistik, jumlah tentara terbesar dunia serta satelit digunakan untuk memperkuat harga negoisasi.


Hal tersebut disebabkan oleh tekanan-tekanan yang dihadapi Korea Utara dalam perjalanannya. Berawal dari kemiskinan dan kelaparan yang melanda, pemerintahan otoriter Korea Utara memperkuat segi militer untuk bertahan. Meskipun kecil, tuntutan negara ini cukup ditakuti Amerika Serikat dan Sekutunya. Negara kecil tersebut pernah menuntut bahan pangan serta bahan bakar dengan janji melucuti senjata nuklirnya. Namun kesepakatan demi kesepakatan mengalami jalan buntu dan sangat sulit untuk dipecahkan karena tidak memiliki rasa saling percaya. Pihak Korea Utara menginginkan pelucutan nuklir diawali dari Amerika Serikat selaku pemilik senjata nuklir terbesar dunia. Namun begitu, Amerika tak bisa setuju dengan tuntutan tersebut. Kedua negara tersebut seperti mengalami dilematika dalam bernegosiasi. Tidak ada yang sedikit bersikap lunak, karena kepercayaan antar dua negara susah didapatkan. Pada akhirnya masalah ini pun susah terselesaikan.


Menurut Agus Sriyono, seorang pemerhati masalah nasional, ada dua alasan mengapa Korea Utara getol mengembangkan program nuklirnya. Pertama, pembekuan program nuklir yang bersumber pada plutonium tahun 1994 tidak membuahkan hasil timbal-balik yang diharapkan. Pyongyang menuduh AS mengingkari Agreed Framework 1994 yang disepakati dengan menunda pengapalan 500.000 ton minyak ke Korea Utara. AS berdalih, penundaan dilakukan karena Korea Utara terus menjalankan program HEU.


Kedua, Korea Utara berambisi menjadi negara nuklir. Dengan memiliki senjata nuklir negara ini menyandang prestise, mampu survive dan punya sarana blackmail. Tuduhan “axis of evil” makin meyakinkan Korea Utara perlunya kemampuan bela diri. Pyongyang berpendapat, kepemilikan senjata nuklir merupakan hak negara berdaulat “untuk mempertahankan kebebasan bangsa, keamanan negara dan mencegah perang.” (Agus Sriyono, http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0305/12/opini/300231.htm).


Aktivitas lain dari Korea Utara adalah percobaan-percobaan rudal jarak jauhnya. Pada 5 April 2009 Korea Utara melakukan uji coba rudal jarak jauh yang mampu mencapai Alaska. Hal ini mendapat reaksi dan kecaman keras dari PBB. Sehingga Korea Utara semakin tertekan dalam dunia internasional. Pada akhirnya Korea Utara pada tanggal 29 April 2009 mengancam akan menggunakan nuklirnya jika PBB tidak meminta maaf atas kecamannya.


Namun begitu belum ada tanda niat baik dari PBB, tidak ada permintaan maaf dari PBB. Sehingga pada akhirnya terjadilah uji coba nuklir di bawah tanah pada 25 Mei 2009 lalu diikuti dengan peluncuran dua rudal jarak jauh Korea Utara.















BAB III


KESIMPULAN


Berawal dari kondisi ekonomi yang sangat lemah, Korea Utara berusaha untuk mempertahankan rezimnya dengan cara memperkuat kekuatan militernya. Didukung dengan militer yang sangat kuat, rudal balistik dengan jumlah cukup besar, serta jangkauan yang sangat jauh, Korea Utara menjadi salah satu negara yang sangat ditakuti dan suka menuntut negara lain termasuk Korea Selatan dan Amerika Serikat untuk mengirimkan bantuan-bantuan kemanusiaan. Apalagi ditambah dengan program nuklirnya, posisi Korea Utara sangat ditakuti.


Setelah Korea Utara melakukan uji coba rudal jarak jauh pada tanggal 5 April 2009, PBB dan negara-negara lain seperti Amerika, Jepang, Korea Selatan geram dan mengecam keras Korea Utara atas tindakannya. Pihak Korea Utara sendiri berdalih peluncuran itu merupakan peluncuran satelit untuk komunikasi, namun pihak intelejen Amerika tidak menemukan satelit yang mengorbit pada saat itu.


Atas kecaman keras PBB tersebut, Korea Utara bereaksi keras pula dan menuntut PBB untuk meminta maaf atau pihak Korea Utara mengancam akan melakukan uji coba Nuklir kedua. Karena PBB tidak meminta maaf, terjadi uji coba nuklir Korea Utara pada 25 Mei 2009 di bawah tanah serta diikuti peluncuran dua roket jarak jauh.


Hubungan antara kedua negara Korea kini mengalami keadaan yang gawat. Meskipun pernah mengalami hubungan baik pada sekitar tahun 1990 hingga 2008, namun setelah pergantian presiden Korea Selatan yaitu Lee Myung-bak yang memiliki sikap lebih keras terhadap Korea Utara, situasi di Semenanjung Korea menjadi memanas. Korea Utara pada Januari 2009 membatalkan segala bentuk kesepakatan politik dan militer, karena menganggap Korea Selatan berniat jahat.


Jadi, agar negara kecil dan miskin dihargai atau disegani oleh negara-negara lain, negara tersebut harus memiliki prestige tersendiri. Dalam hal ini Korea Utara menitik beratkan pada militer dan nuklir yang merupakan senjata paling ditakuti untuk mengangkat martabatnya di mata dunia. Dan agar dua negara atau banyak negara pada umumnya tetap damai dan berhasil melakukan negosiasi dengan baik, diperlukan mutual trust atau kepercayaan diantara negara-negara tersebut.





































DAFTAR PUSTAKA


Chronology of U.S.-North Korean Nuclear and Missile Diplomacy”. http://www.armscontrol.org/factsheets/dprkchron.


Kebijakan Korea Yang Tercerahkan”. http://kontaktuhan.org/news/news177/eLetter/gv_28.htm.

KOMPAS.com. “KOREA UTARA 800 Rudal Balistik untuk Secuil Perhatian Dunia”. Senin, 6 April 2009. http://internasional.kompas.com/feature. .


KOMPAS.com. “Korut Makin Intensif dengan Nuklir”. Kamis, 7 Mei 2009. http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/05/07/11215869/korut.makin.intensif.dengan.nuklir.

KOMPAS.com. “Korut Ancam Pakai Nuklir”. Rabu, 29 April 2009. http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/04/29/19494165/korut.ancam.pakai.nuklir.


KOMPAS.com. “Korea Utara Lancarkan Uji Coba Nuklir Kedua”. Senin, 25 Mei 2009. http://internasional.kompas.com/.

KOMPAS.com. “Korut Luncurkan Roket”. Minggu, 5 April 2009. http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/04/05/10211139/korut.luncurkan.roket.

Pertanyaan-pertanyaan filosofis


Sebelumnya ini adalah sebuah kiriman Milis dari seorang teman di yahoo groups yang saya posting ulang disini.


Saya berusaha menjawab keenam pertanyaan Anda, yaitu:

Anda kenal diri Anda (siapa Anda sebenarnya)?

Terdiri dari unsur apa sajakah Anda? Dimanakah Anda semestinya (hakikatnya)?

Apa tujuan Anda diciptakan ke dunia? Bagaimana hubungan Anda dengan sesama manusia?

Bagaimana hubungan Anda dengan Tuhan (apakah Anda juga kenal)?



Namun, sebelum saya menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas saya merasa perlu memberikan komentar-komentar tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut.


Bertanya secara filosofis, menurut saya, merupakan bagian terpenting dari keseluruhan ranah berpikir filosofis. Dari pertanyan-pertanyaan itulah, nantinya, akan lahir berbagai jawaban-jawaban filosofis. Selanjutnya, pertanyaan dan jawaban tersebut berkelindan menjadi satu-kesatuan sistem filsafat. Terhadap pertanyaan Anda, tanpa memiliki prasangka apapun, saya beranggapan bahwa pertanyaan tersebut adalah mode- mode pertanyaan klasik dalam filsafat. Seluruh pertanyaan di atas, sedikit-banyak, harus diakui merupakan pertanyaan-pertanyaan yang telah coba dijawab oleh banyak filsuf mulai era awal perkembangan filsafat di Yunani. Pertanyaan di atas mulai dijawab secara intensif dan lebih mengarah ke akar-akarnya oleh Plato.

Pertanyaan nomor satu adalah pertanyaan yang cukup populer dalam dunia filsafat. Hampir semua sistem filsafat dari yang paling awal hingga filsafat postmodernisme mencoba menjawab pertanyaan ini. Kasus yang sama hampir serupa terjadi pada pertanyaan nomor lima. Akan

tetapi, pertanyaan ini kurang memiliki gaung di awal kemunculannya. Belakangan, pertanyaan nomor lima memang menjadi trend diskusi filsafat dibandingkan pertanyaan nomor satu, apalagi setelah lahirnya ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan semacam sosiologi dan antropologi. Walaupun demikian, pertanyaan nomor satu tetap bisa dijadikan bahan diskusi yang menarik mengingat munculnya bidang ilmu yang meneliti secara khusus jiwa manusia: psikologi.

Di lain pihak, pertanyaan-pertanyaan lain merupakan pertanyaan yang sudah jarang dipertanyakan dalam kancah filsafat saat ini. Memang, ada aliran filsafat semacam filsafat semacam filsafat parennial yang kembali mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Akan tetapi, kualitas dan kuantitas jawaban dari pertanyaan selain pertanyaan nomor satu dan nomor lima memang sudah jauh menurun seiring dengan berakhirnya era filsafat idealisme yang digawangi Hegel.

Terlepas dari popularitas, bobot, dan tingkat kefilosofian dari keenam pertanyaan, saya tetap mengapresiasi maksud Anda untuk bertanya. Bukan hanya faktor jarangnya individu yang bertanya secara filosofis melainkan juga jalinan pertanyaan di atas yang sepertinya saling berhubungan satu sama lain. Baiklah, saya akan mulai menjawab pertanyaan Anda secara berurutan:


Anda kenal diri Anda (siapa Anda sebenarnya)? Salah satu ciri dari pertanyaan filosofis yang melekat pada jawaban pertanyaannyaadalah jawaban pertanyaan tersebut tidak bisa dirangkai secara spontan layaknya merangkai huruf, kata, dan bai menjadi puisi. Dan salah satu pertanyaan filosofis yang membungkan sikap impulsif kita ketika hendak menjawab adalah pertanyaan mendasar tentang masalah eksistensi manusia: siapakah saya?

Menjawab “Siapakah Saya?” Dengan Bertanya “Siapakah Saya?” Kepada Orang Lain

Sejujurnya saya tidak bisa berkata tidak tertarik kala menghadapi pertanyaan ini sekalipun selama ini saya selalu menyerahkan hak untuk menjawab pertanyaan ini kepada orang-orang terdekat saya. Agaknya saya masih memercayai orang lain untuk menjawab pertanyaan yang pelik ini. Namun, kegamangan akan terasa di hati ketika saya menyadari bahwa saya-lah yang memilih orang-orang tersebut untuk menjawab pertanyaan ini untuk saya. Dengan kata lain, secara tidak langsung, saya-lah orang yang menjawab pertanyaan paling mendasar dalam lautan eksistensi manusia ini. Dengan demikian, menyerahkan jawaban pertanyaan siapakah saya? Kepada orang lain bukanlah suatu pilihan yang tepat untuk menjawab masalah filosofis ini. Menjawab “Siapakah Saya?” Dengan Menggunakan Bahasa Metaforis

Selain mode pertama, seringkali saya menjawab pertanyaan siapakah saya? Melalui bahasa-bahasa metaforis. Walaupun tidak bisa dianggap salah, menjawab pertanyaan siapakah saya? Dengan cara yang demikian bisa mengaburkan tujuan kita yang sebenarnya dari mendapatkan jawaban filosofis yang konsisten menjadi mendapatkan karya sastra yang indah. Dalam hal ini, saya tidak mengolok-olok para penyair sebagai para pemikir yang tidak filosofis atau bahkan tidak konsisten. Saya hanya ingin menekankan sifat ketidakpastian atau multi-interprestasi dari bahasa metaforis itu sendiri yang akan mengakibatkan jawaban akan menjadi ngawur dan tidak beraturan. Menjawab “Siapakah Saya?” Dengan Pendekatan Birokratis

Harus diakui bahwa pendekatan birokratis merupakan jawaban yang paling banyak dipilih oleh kita semua ketika dihadapkan kepada pertanyaan siapakah saya? Mengapa disebut pendekatan birokratis? Bagi saya itu hanya sekadar istilah yang mengingatkan kita kepada proses birokrasi yang kita jalani untuk menjawab pertanyaan siapakah saya? Lalu apa sebenarnya jawaban yang birokratis itu? Sederhana saja, bila saya ditanya siapakah saya? Maka saya akan menjawab: saya bernama X tinggal di Y anak dari Z. Ya, benar- benar jawaban yang lahir dari rentetan peristiwa birokrasi dan administrasi. Pembuatan akta kelahiran, KTP, SIM dan kartu identitas lainnya. Menjawab “Siapakah Saya?” Dengan Analisis Filsafat Eksistensi Melampaui semua variasi jawaban yang saya tawarkan sebelumnya, menjawab pertanyaan siapakah saya? Dengan analisis filsafat eksistensi merupakan hal yang paling logis dan sekaligus – bagi saya – hal yang paling menarik. Saya sebut paling logis karena aliran filsafat ini memang didedikasikan untuk menjawab pertanyaan siapakah saya? Dan saya sebut paling menarik karena dengan pendekatan ala filsafat eksistensi, saya dapat menelanjangi diri saya seutuhnya hingga ke bagian terdalam diri yang tidak pernah terjamah.

Dan dengan menggunakan pendekatan filsafat eksistensi, saya sendiri lebih suka menjawab pertanyaan siapakah saya? Dengan jawaban yang kira-kira seperti ini: Saya adalah segala sesuatu (apa saja) yang saya alami. Tidak penting apa sebenarnya saya atau

apa kodrat inheren saya, yang terpenting adalah saya pernah, sedang, dan akan mengalami. Mengalami apa? Segala sesuatu yang berada di luar diri saya.

Jawaban tersebut, bisa dibilang, bukanlah jawaban yang terdengar komprehensif dan memuaskan. Akan tetapi, sebagai landasan berkehidupan, jawaban di atas, saya rasa, adalah jawaban yang baik. Siapakah saya? Saya adalah saya yang mengalami. Dengan kata lain, saya belum selesai, masih banyak hal yang belum saya lakukan. Siapakah saya? Saya adalah saya yang bertindak, bertindak, dan terus bertindak. Siapakah saya? Saya adalah pertumbuhan yang senantiasa dan harus selalu bertumbuh. Pendalaman yang lebih dalam tentang kompleksitas jawaban siapakah saya? Akan saya bahas nanti di bagian jawaban pertanyaan nomor tiga.


Terdiri dari unsur apa sajakah Anda?

Tatkala saya memikirkan jawaban dari pertanyaan ini, mau-tidak-mau, saya harus berpikir tentang ilmu kimia. Dahulu kala, para filsuf-filsuf pertama yang berorientasi ke arah filsafat alam pernah berusaha menjawab pertanyaan ini. Dan bila saya bandingkan jawaban pertanyaan saya dengan jawaban para ahli kimia, jujur, saya lebih menaruh respek terhadap jawaban para ahli kimia. Oleh karenanya, saya mohon maaf bila kali ini saya menggunakan pendekatan kimiawi untuk menjawab pertanyaan ini.

Saya, Anda, kita manusia, menurut ilmu kimia terdiri dari beberapa unsur dan senyawa dasar. Kita terdiri dari air yang cukup untuk mengisi satu botol sedang aqua, besi yang cukup untuk membuat satu buah paku berukuran sedang, karbon yang berguna untuk membuat beberapa lembar plastik dsb. Dan menurut estimasi ahli kimia, jika barang-barang yang dihasilkan dari unsur tersebut dihitung secara ekonomis. Maka harga total barang tadi atau harga total “tubuh kita” adalah 7.000 rupiah.

Baiklah, di sini, bisa saja saya menjawab pertanyaan terdiri dari unsur apa sajakah saya? Dengan bermodalkan postulasi-postulasi filsafat abad pertengahan yang digawangi Descrates yang sudah jauh lebih maju dengan jawaban para filsuf alam di awal kemunculan filsafat. Namun, kata unsur yang mulai diambil ranah eksistensi oleh bidang ilmu kimia sedikit menyurutkan niat saya untuk menjawabnya secara filosofis.


Dimanakah Anda semestinya (hakikatnya)?

Nah, sekarang mungkin saat yang lebih tepat untuk menggunakan konsep filsafat abad pertengahan untuk menjawab pertanyaan: Apa hakikat diri saya? [catatan: sebenarnya saya mengalami kesulitan dalam menginterprestasi pertanyaan Anda yang menggunakan kata tanya di mana sementara dalam tanda kurung Anda menuliskan kata hakikat. Dalam filsafat pertanyaan tentang hakikat diri lebih umum dari pertanyaan tentang tempat seseorang berada. Oleh karenanya, saya menginterprestasi pertanyaan Anda menjadi apa hakikat diri saya?].

Seperti yang saya utarakan tadi, pertanyaan apa hakikat diri saya? Mulai mengemuka secara luas pada masa filsafat abad pertengahan. Rene Descrates adalah orang

yang bertanggung jawab terhadap mengemukanya pertanyaan ini. Descrates membuat suatu distingsi kaku bahwa diri terdiri dari pikiran/jiwa dan tubuh, yang keduanya benar-benar berbeda secara esensial. Di sini, saya tidak akan mencoba mengkritik konsep yang ditawarkan Descrates. Konsep tersebut, sekalipun terdengar sederhana, merupakan konsep yang melandasi banyak pemikiran filsafat pada abad selanjutnya mulai dari Hume sampai Kant.

Beralih ke konsep saya sendiri, saya menilai bahwa hakikat/esensi diri saya yang terpenting bukanlah jiwa, tubuh, jiwa-tubuh, ruh, atau bahkan jiwa-tubuh-ruh. Saya menyebut hakikat diri saya sebagai ke-kini-an atau ke-di sini-an saya. Bila saya menyebut jiwa, ruh, tubuh atau bahkan gabungan dari ketiga elemen tersebut sebagai hakikat saya, tidak-lain-tidak-bukan, saya menyebut bagian-bagian eksistensi saya sendiri sebagai esensi saya. Namun, manakala saya menyebut bahwa ke-kini-an dan ke-di sini-an sebagai esensi saya maka saya menyebut seluruh proses kehidupan saya mulai dari tubuh yang terberi (given) sampai saya yang sekarang telah menjadi esensi atau sesuatu yang inheren dalam tubuh saya. Dengan kata-kata yang lebih sederhana, saya bisa menyebut kalau kehidupan sayalah yang menjadi esensi saya. Pilihan-pilihan saya-lah yang menjadi esensi/ hakikat saya.

Pendapat saya ini, saya rasa, sangat selaras dengan konsep beragama. Agama mengajarkan bahwa kita akan mendapatkan apa yang kita lakukan. Mendapatkan apa yang menjadi esensi kita. Bila yang kita lakukan baik/esensi kita baik maka balasan yang kita terima baik, dan sebaliknya. Dalam filsafat, konsep yang saya anut ini juga dianut oleh seorang filsuf Denmark bernama Kierkegard. Kierkegard adalah filsuf yang menimbang esensinya sebagai apa-apa yang telah ia pilih dalam kehidupannya.


Apa tujuan Anda diciptakan ke dunia?

Bagi saya, pertanyaan ini mengandaikan beberapa syarat sebelum dijawab: pertama, Tuhan itu ada. Kedua, Tuhan yang menciptakan kita. Ketiga, tujuan kita diciptakan dimiliki oleh yang menciptakan kita, yaitu Tuhan. Sampai pada syarat ketiga, secara sepihak, saya bisa saja menjawab kalau tujuan saya diciptakan adalah sepenuhnya berada di tangan Tuhan. Dan saya akan berkata: tujuan hidup saya mungkin bisa sama dengan tujuan saya diciptakan/tujuan Tuhan menciptakan saya, tetapi tetap saja dua hal tersebut adalah dua hal yang berbeda. Oleh karenanya, dengan tetap mempertahankan syarat di atas, saya menjawab kalau pertanyaan ini tidak bisa saya jawab [hanya Tuhan yang bisa menjawab].


Bagaimana hubungan Anda dengan sesama manusia?

Seperti yang telah saya uraikan, pertanyaan ini adalah salah satu pertanyaan yang paling populer di era filsafat masa kini (filsafat postmodernisme). Tatkala ledakan populasi, perkembangan teknologi, dekadensi moral, kesimpang-siuran supremasi hukum, dan akulturasi tanpa batas agama + budaya terjadi di dunia yang semakin sesak, sangatlah menarik untuk menkaji secara filosofis hubungan sesama manusia.

Sekarang saya mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dengan membongkar pertanyaan ini menjadi pertanyaan-pertanyaan kecil. Anda yang mengambil kesimpulan dari jawaban-jawabannya nanti. Di mana Anda berhubungan dengan sesama manusia? Di ruang sosial. Ruang sosial itu terdiri dari berbagai sektor/wahana/ranah/wilayah. Terkadang saya berinteraksi dengan mereka di sekolah, di rumah, di lingkungan berumah tangga, di mal dan masih banyak lagi. Apa masing-masing sektor punya ciri? Pasti. Dan ciri-ciri itu memberikan saya opsi untuk berhubungan dengan orang dengan cara tertentu. Secara sederhana, opsi yang saya punyai untuk berhubungan dengan orang di sekolah berbeda dengan opsi yang ada di rumah. Perbedaan kemungkinan/opsi inilah yang mengindikasikan bahwa setiap sektor memang punya ciri sendiri-sendiri. Berarti sektor menentukan kualitas dan kuantitas hubungan? Saya jawab YA. Karena kalau saya jawab tidak bagaimana mungkin saya bisa mencap kualitas buruk untuk sektor diskotik dan tempat hiburan malam. Pun saya selalu mengalami kuantitas hubungan yang pastinya akan berbeda dikarenakan perbedaan opsi dan kualitas sektor itu sendiri. Kalau demikian hubungan dengan manusia dibatasi oleh keterbatasan sektor secara spasial dan temporal serta secara potensial [maksudnya kita harus selalu mengikuti aturan yang ada di sektor tersebut]? Hubungan dengan orang lain, tanpa atau dengan mengikutsertakan konsep sektor, memang selalu berada secara spasial dan temporal, sedangkan aturan yang berada dalam sektor memang menjadi sesuatu yang harus kita penuhi bila kita berada di ruang sosial. Tugas kita hanyalah menyelaraskan apa yang hendak kita lakukan dengan aturan tersebut. Ruang sosial adalah tempat berhubungan, dan pastinya orang lain adalah objeknya? Jangan sesekali menyebut orang lain sebagai objek hubungan sosial. Orang lain juga penting, ingin dianggap penting, sama seperti kita menganggap diri kita penting. Oleh karenanya, sebut saja hubungan dengan sesama manusia sebagai intersubjektivitas.


Bagaimana hubungan Anda dengan Tuhan (apakah Anda juga kenal)?

Lagi-lagi untuk menjawab pertanyaan ini saya harus mengandaikan beberapa syarat [catatan: saya harus selalu melakukan hal ini untuk menghindari kesimpang-siuran kategorisasi jawaban dan argumen saya nantinya ke dalam kelompok yang salah. Lagipula, saat ini, banyak sekali aliran filsafat yang pernah muncul tentang ketuhanan sehingga diperlukan syarat sebagai pengandaian untuk meluruskan posisi filosofis saya]. Pengandaian tersebut adalah: Pertama, Tuhan itu ada. Kedua, dengan cara-cara tertentu, saya bisa berhubungan dengan Tuhan. Ketiga, cara saya berinteraksi dengan Tuhan tidak sama dengan cara berinteraksi saya dengan manusia. Bermodalkan tiga premis dasar di atas, saya menjawab bahwa hubungan saya, Anda, kita manusia dengan Tuhan adalah hubungan yang bersifat transenden. Dalam hubungan ini, seperti yang dimodalisasikan oleh premis ketiga, kita tidak berinteraksi dengan Tuhan selayaknya kita berinteraksi dengan warga dunia. Kita melampaui semua batasan dan pengertian interaksi yang ada, dan keadaan melampaui yang demikian adalah keadaan yang transenden.

Lantas apakah karena transendensi/pelampauan yang demikian, kita harus melampaui diri kita sendiri untuk mencapai Tuhan? Lantas apa pula yang dimaksud dengan melampaui diri itu? Tanpa ingin berputar-putar tentang konsep transendensi dan pelampaun diri, saya akan langsung membuat sebuah batasan tegas tentang apa yang disebut transendensi diri dalam berhubungan dengan Tuhan. Menurut saya, dalam hubungan saya-Tuhan, melampaui diri saya sendiri adalah: Jauh masuk ke wilayah hati/nurani/jiwa saya yang terdalam. Melepaskan banalitas/ketidakberartian keseharian. Fokus sepenuhnya terhadap apa yang kita lakukan dalam sarana berhubungan dengannya [entah itu berdo’a, menyebut nama-Nya dsb.] Tiga jawaban di atas sekaligus bisa menjadi alasan mengapa Tuhan menyeru kita untuk beribadah dan berhubungan dengan Nya di malam hari.


Penutup

Demikianlah jawaban-jawaban filosofis saya, semoga Anda senang membacanya walaupun saya yakin Anda akan lebih senang kalau mencari jawabannya dengan membaca buku karangan filsuf terkenal, siapapun dia.

WHETHER WE HAVE FREE WILL


Begitu banyak pilihan yang ada dalam hidup ini dan terkadang kita diharuskan memilih salah satunya. Seperti ketika kita dihadapkan pada pilihan apakah kita akan memilih buah peach atau kue coklat yang besar dan lezat. Pada awalnya kita akan tergiur dengan kue coklat yang besar dan mengabaikan program diet yang sedang kita lakukan. Ketika tiba dirumah, kita menyesali pilihan kita dan berharap jika kita dihadapkan kepada pilihan yang sama kita akan memilih buah peach yang tidak merusak program diet. Kebebasan adalah kualitas tidak adanya rintangan nasib, keharusan, atau keadaan di dalam keputusan atau tindakan seseorang. Salah satu arti paling dasar kebebasan berkisar pada ide pilihan yang berarti. Dalam arti ini, kebebasan berarti daya seleksi salah satu dari dua atau lebih alternatif (kemungkinan). Contohnya adalah Dasar ini menjawab pertanyaan "what you mean if you say you could have done something other than what you did" dalam buku What does it all mean Thomas Nagel.

Menurut Aquinas kehendak didefinisikan sebagai appetitus intellectualis (nafsu intelektual), yang menmpengaruhi dan dipengaruhi rasio.
Secara terminologis, kehendak bebas tidak berarti bahwa manusia dalam situasi-situasi konkret selalu berkehendak bebas, karena banyak kegiatan sehari-sehari dijalankan tanpa memperhitungkan motif-motif yang terkandung.

Kehendak bebas itu tidak ada, sebagai contoh, kita tidak dapat memilih tempat kelahiran kita, orang tua kita, bahkan kematian diri kita sendiri. Begitupun didalam alam demokrasi, kita bebas menentukan pilihan siapa pemimpin kita (tapi dibatasi oleh calon yang telah ditetapkan oleh Komite Pemilihan Umum), kita bebas memilih, tapi pilihan kita dipengaruhi oleh pemilih yang lain, yang menang, belum tentu yang kita inginkan.
Lalu adakah kita memiliki Kehendak Bebas dalam arti sebenarnya. Kehendak bebas saya tidak bebas karena saya terbatas.

Salah seorang filsuf terdahulupun setuju akan ketidakbebasan manusia, Ia adalah St. Augustinus yang menegaskan bahwa kehendak manusia itu tidak bebas karena ia tunduk kepada nafsunya. Kehendak yang telah ditawan oleh dosa ini tidak dapat berbuat apa-apa bagi kebenaran. Kehendak ini tidak bebas kecuali oleh anugerah Tuhan. Dan jika kita adalah budak dosa, mengapa kita menyombongkan diri dengan berkata memiliki kehendak bebas? Orang bisa saja mengatakan bahwa kehendaknya bebas, tetapi bukan yang dimerdekakan; ia bebas dari kebenaran dan diperbudak oleh dosa.

Oleh karena itu manusia tidak dapat berangkuh diri mengatakan dirinya bebas merdeka, bebas melakukan apa saja. Sesungguhnya, dan jika dipikirkan kembali, terasa bahwa pada segala apapun yang menjadikan kita ada, kita tidak memiliki kebebasan “mutlak”. Jadi sekali lagi kehendak bebas itu benar-benar tidak ada, kita bebas dalam segala keterbatasan kita.
Kalau kita bebas dalam keterbatasan kita, kita juga dipengaruhi oleh kebebasan yang dimiliki oleh orang lain yang akan mempengaruhi kebebasan kita.

Referensi

Hasan, Fuad. mengenal eksistensialisme 1985. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat 2005. Jakarta : PT. Gramedia
http://agorsiloku.wordpress.com/2008/05/01/manusia-itu-tidak-memiliki-kehendak-bebas-sama-sekali…/
http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view=article&id=2760:apakah-manusia-benar-benar-memiliki-kehendak-bebas&catid=51:supplement&Itemid=65
http://www.thisisreformed.org/artikel/institute_kehendakmanusia.pdf











“Kehendak bebas saya tidak bebas karena saya terbatas.”





Pojok Komentar !!! :D