Jumat, 23 Desember 2011

Peta Pemikiran Filsafat Yunani


Pendahuluan
Sejarah telah mencatat bahwa tanah kelahiran dan perkembangan dari Filsafat adalah tanah Yunani. Kata Filsafat itu sendiri berasal dari kata-kata Yunani yakni Philo dan shopia. Philo artinya cinta yang dalam makna luas bisa diartikan dengan keingintahuan yang mendalam dan sophia yang artinya kebijaksanaan atau kepandaian. Dapat disimpulkan bahwa Orang yang mempelajari Filsafat adalah seorang Pecinta kebijaksanaan yang tidak pernah puas akan suatu ilmu pengetahuan dan menganggap kebenaran itu tidak akan pernah final. Mereka terus berusaha mencari kebenaran sampai keakar-akarnya.
Terlahirnya filasafat ditanah Yunani merupakan hal yang benar-benar menakjubkan, bahkan ajaib karena tidak ada jawaban yang benar-benar memuaskan untuk menjelaskannya. Namun demikian ada faktor-faktor yang mendahului, bahkan seakan-akan telah dipersiapkan untuk Yunani sebagai tempat kelahiran filsafat dunia. Hal-hal yang seakan-akan telah dipersiapkan itu antara lain: pertama, seperti bangsa-bangsa yang lainnya, bangsa Yunanipun adalah bangsa yang kaya dengan mitos, dan itu telah menjadi kepercayaan yang turun temurun. Yang begitu luar biasa adalah bangsa Yunani mampu memilih dan memilah mitos-mitos tersebut menjadi satu rangkaian yang utuh dan sistematis. Dan kemampuan itulah yang menandakan bahwa bangsa Yunani telah mampu berpikiran rasional. 
Disini terlihat jelas bahwa bangsa Yunani mampu mengeser peranan mitos kearah logos walaupun pada kenyataanya pada saat itu  seluruh mitologi tidak ditinggalkan secara mendadak melainkan dengan beberapa proses yang panjang. Ada beberapa hal yang menyebabkan akal dan pikiran dapat berkembang begitu pesat di tanah Yunani. Pertama, bangsa Yunani adalah bangsa yang merdeka, mereka tidak hidup dibawah kekuasaan raja yang otoriter. Mereka hidup dalam negara polis, yaitu suatu negara kecil atau negara kota yang derajat semua penduduknya adalah sama. Dan polis tersebut menjadi sentral kegiatan bangsa Yunani yang bersifat otonom, swasembada dan merdeka. Kedua, bangsa Yunani adalah bangsa yang kaya akan karya sastranya, yang sekaligus dijadikan sebagai media edukatif  bagi masyarakatnya. Dan ketiga adalah bangsa Yunani sangat menghargai akan ilmu pengetahuan, mereka  selalu menggunakan ilmu tidak semata-mata untuk kepentingan yang bersifat mencari keuntungan, akan tetapi lebih kepada pemenuhan kepentingan ilmu itu sendiri. Dan itulah yang membedakan orang Yunani dengan orang Timur Kuno dan Babilonia Kondisi seperti inilah yang menciptakan iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya akal dan pikiran.


Pembahasan
Disini saya akan menguraikan beberapa pemikiran para Tokoh-tokoh Filsafat Yunani, tiga diantara tokoh-tokoh yang saya uraikan disini hanyalah inti pemikiranya saja. Sedangkan untuk Aristoteles akan diuraikan lebih mendalam. Filsuf-filsuf tersebut diantaranya adalah :
1.Thales
Dalam tradisi Yunani terdapat beberapa berita tentang 7 orang bijaksana, dan Thales adalah salah seorang diantaranya. Salah satu ketepatan analisa dan perkiraan Thales adalah dia telah berhasil meramalkan akan terjadinya peristiwa gerhana matahari. Dan hal yang membuat dia digelari sebagai bapak filsafat adalah ketika dia bertanya tentang “apa sebenarnya bahan dasar tentang alam semesta ini?” Dia pun menjawabnya bahwa itu adalah air. Atas pertanyaaan dan jawabannya ini Thales termasuk pada filsuf yang mencari prinsip (arkhe) alam semesta. Menurutnya prinsip dari alam semesta adalah air, karena semuanya tidak akan bisa ada (bertahan hidup) tanpa ada air. Semua pemikiranya murni menggunakan akal dan mengesampingkan mitologi.
2. Heraclitus
Heraclitus adalah salah seorang filsuf yang mencetuskan teori tentang relativisme. satu pemikiran  yang menarik dari heraklitus adalah bahwa bahwa “engkau tidak akan pernah mampu menerjunkan diri kesungai yang sama untuk kedua kalinya, karena air sungai itu selalu mengalir”. Oleh karena itulah Menurutnya bahwa alam semesta ini semuanya selalu dinamis (berubah). Pernyataan ini merupakan awal berkembangnya relativisme, teori ini mengandung pengertian bahwa kebenaran akan selalu berubah. Pengertian adil hari ini belum tentu sama dengan besok hari. Sehingga dia mencapai kesimpulan bahwa hal yang mendasar dari alam ini bukanlah bahan dasarnya, akan tetapi lebih pada proses kejadiannya.
3. Parmanides
Parmenides terlahir kira-kira tahun 450 SM. Dan pemikiran parmenides sangat bertolak belakang dengan pemikiran dari heraklitus. Bagi Heraclitus realitas seluruhnya bukanlah sesuatu yang lain daripada gerak dan perubahan. Bagi Parmenides gerak dan perubahan tidak mungkin. Menurutnya realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak atau berubah. Bagi parmenides seluruh jalan kebenaran itu bersandar pada satu keyakinan : “Yang ada itu ada”, itulah kebenaran yang sesungguhnya. Dapat dikatakan bahwa Parmenides adalah seorang filsuf yang tidak mempercayai akan indera-inderanya. Dia berkeyakinan bahwa indera kita tidak tepat dalam memberikan gambaran mengenai dunia ini. 
4. Aristoteles
Salah satu Filsuf yang dianggap sangat berjasa dalam meletakan sendi-sendi pemikiran rasionalitas barat adalah Aristoteles. Ia adalah  salah satu murid dari Plato. Meskipun dalam hal pemikiran keduanya mempunyai pandangan yang berbeda, tetapi Aristoteleslah yang dianggap sebagai seorang pewaris dari pemikirian gurunya, dan dianggap sebagi tokoh penggerak zaman.  Maka tidak heran jika Michael H. Hart, penulis buku 100 tokoh yang paling berpengaruh didunia, yang didalam bukunya mengatakan bahwa Aristoteles adalah seorang Filsuf dan Ilmuwan  terbesar dunia pada masa lampau. Aristoteleslah yang mempelopori penyelidikan tentang Logika, dan metafisika. Selain itu Ia banyak menulis tentang etika, psikologi, ekonomi, polotiik, retorika, serta konstitusi Athena.
Berbicara mengenai pemikiran-pemikiran aristoteles maka tidak lepaslah dari membicarakan  sejarah kehidupannya. Aristoteles dilahirkan pada tahun 384 SM di Stageira, suatu kota di Yunani utara. Ayahnya adalah seorang Dokter pribadi Amyntas II, raja Macedonia. Pada awalnya Aristoteles dididik oleh sang Ayah untuk menjadi seorang dokter. Namun sebelum hal itu terwujud ayahnya sudah terlebih dahulu meninggal. Setelah kejadian itu maka ketika aristoteles masih berumur 7 tahun, berangkatlah ia ke Athena untuk belajar di akademia milik Plato. Disana ia menjadi murid kesayangan gurunya. Namun walaupun begitu Aristoteles dikenal sebagai seorang murid  yang sering mendebat gurunya.
Dalam pemikirannya Aristoteles mengkritik tajam tentang pemikiran gurunya mengenai dunia idea, dalam suatu argumen Aristoteles menjelaskan bahwa Plato memperduakan realitas dengan cara berlebihan, suatu argumen lain menandaskan bahwa Ide atau bentuk mau tidak mau bersifat Individual dan tidak mungkin bersifat umum, sebagaimana dikehendaki Plato. Kalau bentuk “manusia” umpamanya memang berdiri sendiri, maka bentuk ini merupakan individu, sebagaimana juga individu konkret yang bernama sokrates. Oleh karenanya, kita harus menerima “ manusia yang ketiga” (thritos antropos) yang merupakan contoh, baik bagi bentuk “manusia” tadi maupun bagi individu sokates. Tetapi “manusia yang ketiga” ini bersifat individual pula, sehingga harus diterima contoh lain dan seterusnya  begitu sampai tak berhingga. Kesulitan seperti inilah yang tidak pernah dapat diatasi. Aristoteles sendiri berpendapat bahwa setiap bentuk tertuju kepada materi dan tidak dapat dilepaskan daripadanya.
Selain itu seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, Aristoteles semasa hidupnya banyak sekali menulis buku-buku. Yang boleh dibilang karya-karyanya itu persis kebalikan dari pemikiran Plato. Dan sangat mungkin sekali jika dari sekian banyak karyanya yang terpenting adalah Teori tentang Logika. Nama “logika” sendiri pertama kali muncul pada Cicero (Abad 1 SM), tetapi dalam arti “Seni berdebat” sedangkan  Aristoteles menggunakan istilah “analitika” dan “dialektika” untuk menerangkan tentang cara berpikir. Jadi bagi Aristoteles analitika dan dialektika merupakan cabang ilmu yang sekarang kita sebut dengan logika. Dasar ajaran Aristoteles tentang logika berdasarkan atas ajaran tentang jalan pikiran (ratio-cinium) dan bukti. Jalan pikiran itu baginya berupa syllogismus (silogisme), yaitu putusan dua yang tersusun sedmikian rupa sehingga melahirkan putusan yang ketiga. Untuk dapat menggunakan syllogismus dengan benar, seseorang harus tahu benar sifat putusan itu. 
Dalam ajaran mengenai psikologi Aristoteles berpendapat bahwa tubuh merupakan materi dan jiwa merupakan bentuknya. Jika tubuh adalah potensi maka jiwa adalah aktusnya. Jiwa adalah aktus utama yang palin asasi, yang menyebabkan tubuh menjadi tubuh yang hidup, jiwa juga merupakan asas hidup dalam arti yang seluas-luasnya, yang menjadi asas segala arah hidup yang menggerakan tubuh, yang memimpin segala perbuatan menuju kepada tujuannya. Oleh karena itu menurutnya jiwa dan tubuh merupakan dua aspek dari subtansi yang sama. 
Bagi saya hal yang paling menarik dari ajaran-ajaran Aristoteles adalah ajaran mengenai Tuhan. Disini Aristoteles beranggapan bahwa Tuhan sebagai “penggerak pertama yang tidak digerakkan”. Menurut Aristoteles gerak dalam jagat raya ini tidak mempunyai permulaan maupun penghabisan. Karena setiap hal digerakkan oleh hal lain maka perlulah ada sebuah penggerak pertama yang tidak digerakkan. Aristoteles percaya bahwa segala sesuatu memiliki satu tujuan dan tujuan gerak yang ada dialam semesta bukanlah untuk mencapai kesempurnaan, melainkan untuk menuju ke penggerak pertama yang pada zaman sekarang bisa disebut Tuhan atau Allah.
Dalam segala perbuatanya manusia senantiasa mengejar satu tujuan, dan menurut Aristoteles Tujuan manusia yang tertinggi adalah eudaimonia atau yang dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata kebahagiaan. akan tetapi kata kebahagiaan ini tidak sama dengan yang dimaksud oleh Aristoteles.  Melainkan kebahagiaan  yang berarti suatu keadaan manusia yang bersifat demikian sehingga segala yang harus ada padanya terdapat pada manusia (well-being). 
Dalam pembahasan mengenai  Filsuf sebesar Aristoteles. Saya tidak menyajikan seluruh pemikiran-pemikirannya, Melainkan hanya segelintir dari pemikiran-pemikiranyaa saja. Terus terang saya sempat kagum dengan berbagai macam teori-teori filsafatnya. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya jika filsuf seperti Aristoteles tidak pernah ada, karena pengaruh pemikirannya masih sangat terasa hingga saat ini dan banyak menginspirasi para filsuf-filsuf sesudahnya. Bahkan para filsuf muslimpun ramai-ramai menterjemahkan karya-karyanya. Walaupun begitu, tidak dapat dipungkiri memang banyak pemikiran Aristoteles yang kini dirasakan sudah agak “ketinggalan zaman.” Seperti pemikirannya mengenai derajat wanita yang lebih rendah dibanding dengan laki-laki ataupun pandangannya yang mendukung perbudakan yang menurut  dia  adalah sejalan dengan garis hukum alam. Namun bagi saya adalah suatu hal yang cukup hebat ketika ada seorang filsuf yang sudah bisa memikirkan banyak hal pada zaman  dahulu seperti itu.
Kesimpulan
Setelah melihat awal sejarah kelahiran dan perkembangan Filsafat diYunani yang panjang, kita sama-sama disuguhkan suatu “Cerita” mengenai cara pandang manusia dalam hal ini sejak Thales yang berusaha memandang alam semesta  ini tanpa menyangkut pautkannya dengan mitologi. Yang Setelahnya munculah filsuf-filsuf  seperti Anaximandros, Anaximenes. empedokles, phytagoras, heraclitus, dan parmenides. Dari masing-masing filsuf tersebut kita mengetahui bahwa mereka mempunyai satu kesamaan, yaitu sama-sama mempunyai arkhe atau unsur induk alam semesta. Seperti Thales yang menerangkan bahwa semuanya berasal dari air dan kembali menjadi air lagi atau bahkan anaximenes yang mencoba menerangkan bahwa prinsip atau asal-usul dari alam semesta adalah udara.
Tentulah kita sebagai manusia yang tinggal dizaman modern seperti saat ini tentu akan sedikit tertawa melihat pemikiran para filsuf-filsuf terdahulu dalam cara menerangkan alam semesta. Namun pada hakikatnya kita harus mengapresiasi apa yang sudah dilakukan oleh para filsuf yunani tersebut. Karena tindakan para filsuf tersebut dalam mencari arkhe sebetulnya adalah momentum awal dalam kelahiran filsafat untuk membongkar periode Myte (mythos/mitologi) yang telah lama diyakini pada masa itu kearah rasionalitas (Logos) dengan suatu metode berpikir untuk mencari sebab awal dari segala sesuatu dengan merunut dari hubungan Kausalitasnya (sebab-akibat).
Walaupun sesungguhnya  Arkhe yang dikemukakan oleh para filsuf tersebut masih sangat spekulatif  dalam arti masih belum dikembangkan lebih lanjut dengan melakukan pembuktian melalui observasi maupun eksperimen dalam kenyataan, tetapi cara berpikir untuk menemukan melalui suatu bentuk berpikir sebab-akibat secara rasional itulah yang patut dicatat sebagai suatu arah baru dalam sejarah pemikiran manusia.
Hingga sejak kemunculan sokrateslah Filsafat yang masih membahas tentang alam semesta itu mulai dipindahkan kebumi. Dalam artian bahwa sasaran yang hendak diselidiki oleh filsafat sokrates bukan lagi jagat raya, melainkan hakikat manusia itu sendiri. Sokrates sendiri mengatakan bahwa tujuan kehidupan manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia) dan cara untuk mendapat kebahagiaan itu dengan arete (kutamaan).
Saat ini saya berpendapat bahwa Filsafat Yunani benar-benar istimewa. Karena dengan mempelajari Filsafat Yunani berarti kita seolah-olah menyaksikan kelahiran dari filsafat itu sendiri. Oleh sebab itu menurut saya tidak ada pengantar filsafat lain yang lebih bagus selain mempelajari sejarah filsafat yunani. Kemudian Jika dilihat dengan seksama peran para filsuf Yunani  adalah   memberikan sumbangan pemikiran yang besar bagi cikal bakal ilmu pengetahuan yang modern seperti sekarang ini.





Tentang Eksistensialisme Dan Kebebasan Manusia

It seems as though I were galley-slave, chained to death; every time life moves the chains rattle and death withers everything – and that happens every minute”
--Kierkegaard--

Dalam filsafat jelas sekali perbedaan antara esensia dan eksistensia. Esensia membuat benda, tumbuhan, binatang dan manusia. Oleh esensia, sosok dari segala yang ada mendapatkan bentuknya. Oleh esensia, kursi menjadi kursi. Pohon mangga menjadi pohon mangga. Harimau menjadi harimau. Manusia menjadi manusia. Namun, dengan esensia saja, segala yang ada belum tentu berada. Kita dapat membayangkan kursi, pohon mangga, harimau, atau manusia. Namun, belum pasti apakah semua itu sungguh ada, sungguh tampil, sungguh hadir. Di sinilah peran eksistensia. Eksistensia membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertanam, tumbuh, berkembang. Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti, dan membentuk kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah penting peranan eksistensia. Olehnya, segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, dan berperan. Adapun tanpa eksistensia, segala sesuatu tidak nyata ada, apalagi hidup dan berperan.
Berbicara mengenai Konteks sejarah pekembangan Filsafat, Salah Satu aliran filsafat barat kontemporer (abad ke-20 ) yang paling banyak dibicarakan adalah Eksistensialisme2. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para Filsuf eksistensialis tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada. Karena memang sudah ada dan tak ada persoalan. Kursi adalah kursi. Pohon mangga adalah pohon mangga. Harimau adalah harimau. Manusia adalah manusia. Namun, mereka mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada.

Eksistensialisme sendiri merupakan gerakan filosofis yang muncul di Jerman setelah perang dunia I dan berkembang di Perancis pada perang dunia II. Tidak mudah dalam mengartikan arti eksistensialisme itu. Karena didalamnya terkandung berbagai macam aliran yang tidak sungguh- sungguh sama. Walaupun begitu secara umum eksistensialisme dapat diartikan sebagai suatu aliran Filsafat yang pahamnya berpusat pada manusia Individu yang bertanggungjawab atas kemauanya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam tentang mana yang benar dan mana yang salah. Sebenarnya bukanya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, melainkan seorang eksistensialis menginsyafi bahwa kebenaran selalu bersifat relatif. Dan oleh karena itu maka masing-masing Individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Cukup sulit memang memastikan dengan pasti kapan aliran eksistensialisme untuk pertama kalinya lahir, namun banyak pihak yang meyakini bahwa tanah kelahiran dari eksistensialisme berada di tanah Denmark dan Søren Aabye Kierkegaard (1813-1855) dianggap sebagai Tokoh perintis eksistensialisme. Sebenarnya Kierkegaard sendiri tidak melihat dirinya sebagai filsuf, melainkan seorang teolog yang religius. Filsuf melankolis ini dalam filsafatnya menggambarkan betapa besarnya kebebaan yang dimiliki oleh manusia dengan mengangkat kisah tentang manusia pertama yaitu Adam. Dikisahkan Tuhan telah melarang Adam untuk yang memakan buah pengetahuan disurga, namun larangan tersebut berarti bahwa “Ia dapat memakannya” (dalam hal ini Adam bebas melakukannya), disini Adam memiliki kemungkinan yang besar untuk memakannya. Dan seperti yang kita ketahui bersama pada akhirnya Adampun memakan buah tersebut sehingga ia diturunkan kedunia ini.
Terkait dengan hal yang diatas, Aliran filsafat kierkegard sebetulnya adalah sebuah reaksi kritik atas aliran filsafat Hegel yang didalamnya Kierkegaard mengkriktik tajam tentang Idealisme absolut yang dikembangakan oleh Friederick Hegel. Kierkegard melihat Idealisme absolut ini sebagai ancaman terbesar bagi eksistensi manusia individual. Oleh karena itu Kierkegaard tergerak untuk memperjuangkan eksistensi manusia individual. Baginya, pemikiran spekulatif abstrak milik Hegel hanya mencapai pengetahuan hipotesis. Sebaliknya, pemikiran eksistensial-lah yang mencapai pengetahuan aktual, yaitu eksistensi individual yang kongkret. Kierkegaard dengan yakin mengatakan bahwa suatu pemikiran yang sesungguhnya adalah pemikiran yang berfokus pada “individu”. Manusia sebagai individu yang bereksistensi tak dapat terhindar dari kenyataan bahwa ia selalu diperhadapkan dengan berbagai macam pilihan, keputusan-keputusan, cita-cita bagi hidupnya sendiri. walaupun metode logika Hegel mampu melingkupi berbagai kemungkinan realitas dan pokok-pokok umum, namun Hegel tidak pernah dapat menjelaskan keadaan eksistensi aktual. Hegel memfalsifikasikan pengertian manusia tentang realitas karena mengarahkan haluan filsafatnya pada konsep-konsep universal dan bukan pada individu yang kongkret. Sedangkan Bagi Kierkegaard sendiri, filsafat harus menyentuh realitas atau problem aktual dari manusia sebagai individu yang bereksistensi. Karena itu, Kierkegaard memprioritaskan “yang pertikular” dari “yang universal” dengan tesis dasar bahwa seorang individu akan mencapai eksistensi sejati apabila ia hidup secara personal di hadapan Allah, mendengarkan suara Allah yang menggema di dalam dirinya dan bertindak atasnya.6 Di sini, Kierkegaard amat menekankan kesadaran personal dari individu dalam mengikuti kehendak partikularnya, dan bukan sekedar hanyut dalam arus kehendak universal dari komunitas. Pada intinya, Kierkegaard mengajak orang untuk menghidupi eksistensinya, terlibat dalam pengalaman-pengalaman eksistensialnya.
Selain itu aliran Eksistensialisme juga merupakan sebuah reaksi kritik terhadap pandangan Materialisme Marx. Paham materialisme memandang bahwa manusia itu hanyalah benda, layaknya batu atau kayu, meski tidak secara eksplisit. Materialisme menganggap hakekat manusia itu hanyalah sesuatu yang material, betul-betul materi. Materialisme menganggap bahwa dari segi keberadaannya manusia sama saja dengan benda-benda lainnya. Sementara paham eksistensialisme yakin bahwa cara berada manusia dengan benda lain itu tidaklah sama. Manusia dan benda lainnya sama-sama berada di dunia, tapi manusia itu mengalami beradanya dia di dunia, dengan kata lain manusia menyadari dirinya ada di dunia. Eksistensialisme berusaha menempatkan manusia sebagai subjek, artinya sebagai yang menyadari, sedangkan benda-benda yang disadarinya adalah objek.
Dapat dikatakan bahwa eksistensialisme betul-betul berusaha mengungkap manusia yang utuh sebagai eksistensi yang mendahului esensinya, sebab eksistensi manusia itu bukanlah selesai mantap, akan tetapi sebaliknya, terus mengada. Manusia menyadari keterbatasannya serta temporalitasnya. Lewat itulah dia membuka kemungkinan-kemungkinan sambil memproyeksikan dirinya kedepan, karena dia adalah makhluk temporal. Eksistensialisme memandang makhluk manusia adalah yang paling sadar waktu. Masa lalu, masa depan dan masa kini adalah tunggal dalam penghayatannya. Bahkan yang lebih khas masa kini dengan segala kondisi perangkatnya dikonstitusikan sebagai potensi bagi masa depannya yang diselipi dengan kekhawatiran dan kecemasan.

Kebebasan sebagai bagian dari eksistensialisme
Seperti yang sudah diutarakan diatas, Eksistensialisme sebagai salah satu aliran besar dalam filsafat barat selalu mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu dihadirkan lewat kebebasan. Pertanyaan pertama dan utama yang berhubungan dengan eksistensialisme ialah kebebasan. Apakah kebebasan itu? Bagaimanakah manusia yang bebas itu? Dan sesuai dengan doktrin utamanya tentang kebebasan. Maka Eksistensialisme akan menolak mentah-mentah segala macam bentuk determinasi.
Jika kita cermati tema mengenai kebebasan merupakan salah satu suatu tema yang menjadi perdebatan sengit dalam sejarah Filsafat. Pada zaman Yunani klasik, kebebasan dianggap masih bersifat hibris. Bangsa Yunani menerima begitu saja determinasi hukum kosmik dan otoritas para dewa. Dapat dikatakan bahwa masyarakat yunani pada saat itu menganggap bahwa segala sesuatunya sudah ditentukan dan manusia harus pasrah akan nasibnya. Hal ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa otoritas para dewa tersebut bersifat pasti dan mutlak. Kesangsian manusia terhadap eksistensi, otoritas dewa, dan penguasa langit pastilah terkutuk.
Fatalisme sebagai aliran yang mengatakan bahwa manusia terjebak dalam lingkaran determinasi menyatakan semua kejadian telah ditentukan dan tidak dapat diubah oleh manusia. Ajaran fatalisme menyatakan bahwa segala kejadian dalam hidup manusia telah ditentukan sejak semula. Manusia dan kehendaknya tidak ikut menentukan jalannya kejadian-kejadian. Nasib manusia telah ditentukan dan tidak ada hubungannya dengan pilihan, keputusan, dan tindakan-tindakanya. Pandangan seperti ini lahir karena fakta bahwa manusia tidak memeiliki kekuatan dalam menghadapi kematian.
Pada abad-abad pertama kristianitas, pengaruh kebebasan hibris dirasakan masih sangat kental. Namun Alexander aphrodisensi9 yang seorang anti fatalisme menolak segala macam bentuk determinasi. Untuk membuktian pendiriannya, Ia mengemukakan bahwa dalam gerak spontan (kinesis anaitios), semuanya aktif bergerak secara unik dan tak terbandingkan serta tanpa campur tangan manusia. Ini berarti kebebasan absolut manusia pun tidak tergantung pada faktor-faktor lain.
Setelah itu Kebebasan manusia sangat ditekankan dan dijunjung tinggi oleh para filsuf-filsuf eksistensialis, karena inti keseluruhan dari paham eksistensialisme adalah kebebasan itu sendiri. namun disisi lain muncul pemikiran yang menyatakan bahwa sebenarnya manusia adalah tidak bebas. Paham ini menganggap bahwa tindakan-tindakan seseorang telah ditentukan oleh kekuatan lain yang berada jauh diluar jangkauan manusia. Beberapa ahli Psikologi mengatakan bahwa kebebasan pada manusia adalah suatu hal yang mustahil. Mereka menyatakan bahwa meskipun pada dasarnya manusia terlihat bebas, tetapi sebenarnya manusia ditentukan, dikekang dan dipaksa dalam segala perbuatanya. Baik berasal dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar dirinya.
Pada dunia sains pandangan yang sangat bertentangan dengan kebebasanpun sangat besar. Para scientist berpandangan bahwa determiniseme merupakan hal yang wajar dan dapat diterima oleh akal sehat. Alam semesta dan bagian-bagiannya selau diatur dalam hubungan kausalitas (sebab akibat). Determinasi menerapkan hukum kausalitas yang tidak hanya pada fenomen fisik melainkan fenomen sosial. Bagaimanapun kehidupan manusia yang sadar , termasuk pilihan-pilihannya serta keputusan- keputusannya hanyalah ungkapan dari pikiran dan keinginan yang tidak sadar, karena itu manusia tidak bertanggungjwab pada tindakannya, karena ia berada dibawah pengaruh kekuatan tidak sadar yang tidak dibawah kekuasaanya.
Namun dalam perdebatan apakah manusia bebas atau tidak bebas, saya lebih sepaham dengan para filsuf eksistensialis yang menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan. Seperti yang pernah dikatakan oleh william James10 yang berpendapat bahwa diantara dua pilihan atau lebih, lebih dari satu pilihan berada dihadapan kita dan mungkin dilakukan, tetapi hanya satu yang dapat sungguh-sungguh terjadi. Dan kebebasan itu terbatas pada tindakan dan pilihan kita secara sadar.


Kebebasan manusia menurut Sartre
Bagi Sartre manusia adalah pusat perhatian, pusat pengamatan dan pusat tindakan. Sama seperti Humanisme13 abad XX, Sartre mengangkat kembali martabat manusia sebagai makhluk yang bebas dan subjek otonom. Lebih tegas lagi dalam ceramahnya yang berjudul eksistensialisme adalah humanisme, ia menyatakan bahwa eksistensialisme adalah ajaran yang menghargai kehidupan manusia, dan mengajarkan bahwa setiap kebenaran maupun tidakan mengandung ketertiban lingkungan dan subjektivitas manusia.
Hal ini berarti bahwa manusia sepenuhnya bertanggung jawab akan dirinya sendiri. Apapun jadinya eksistensinya, apapun makna yang hendak diberikan oleh eksistensinya itu, tidak lain adalah dirinya sendiri yang mempertanggungjawabkannya. Dalam kenyataanya manusia selalu dihadapkan pada pilihan yang baik ataupun pilihan yang kurang baik. Setiap pilihan yang dijatuhkan pada alternatif -alternatif itupun adalah dasar pilihannya sendiri. Ia tidak bisa mempersalahkan orang lain, bahkan tidak bisa pula menggantungkan keadaanya pada Tuhan.
Sartre dengan tegas menyatakan bahwa Kebebasan manusia tampak sekali dalam kecemasan. Dan Kecemasan menyatakan kebebasan. Sartre membedakan ketakutan (fear) dan kecemasan (anxiety). Sebagai contoh sartre mencontohkan bahwa ketika saya berdiri ditebing jurang yang tinggi dan terjal. Saya menoleh kedalam. Saya merasa cemas. Lalu dapat saya bayangkan apa yang akan terjadi jika saya menerjunkan diri kedalam jurang. Semua itu benar-benr tergantung pada diri saya sendiri tentang apa yang akan saya perbuat: Terjun kedalam atau dengan hati-hati melangkah mundur dan mencari tempat yang aman. Pada saat itu tidak ada yang memaksa saya untuk menyelamatkan diri ataupun memaksa saya untuk turun kejurang tersebut. Bahwa hanya saya yang bertanggungjwab akan perbuatan saya, menyebabkan suatu kecemasan tersendiri. Dan kecemasan adalah kesadaran bahwa masa depan saya ditentukan oleh diri saya sendiri.
Yang sangat menarik dalam argumen ini adalah bahwa sejatinya manusia bisa saja menutup matanya bagi kebebasan dan melarikan diri dari kecemasannya. Namun bagi Sartre manusia tentu harus mengetahui dengan pasti apa yang disembunyikan dan dijauhkan, maka melarikan diri dari kebebasan dan menjauhkan diri dari kecemasan serentak juga berarti adanya kesadaran (akan) kebebasan, kecemasan, dan pelarian. Dengan demikian manusia mengakui kebebasannya dan serentak juga menyangkal kebebasan itu. Yang kemudian sikap tidak otentik ini oleh sartre disebut dengan malafide. Dalam sikap malafide, manusia dengan jelas terlihat kemungkinan bagi manusia untuk mengakui dan menyangkal apa yang dihayatinya. Dapat dikatakan bahwa dalam sifat malafide ini manusia seolah- olah menipu dirinya sendiri. Hal itu tercermin dngan jelas ketika ada orang yang mengatakan : “Sifat saya begitu, apa boleh buat?”.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa inti dari pemikiran eksistensialisme Sartre adalah bahwa “kebebasan” menjadi sebuah kata kunci yang “sakral”. Kebebasan tidak merupakan salah satu ciri yang menandai manusia, disamping sekian banyak ciri lainnya. Namun manusia adalah kebebasan itu sendiri, Yang pada akhirnya Kebebasan itu menjadi bersifat absolut dan radikal. Tak ada batas bagi kebebasan selain ditentukan oleh kebebaan itu sendiri. Tanpa kebebaan eksistensi menjadi penjelmaan yang absurd, sekedar menjadi esensi belaka. Manusia selalu bertanggung jawab atas apa yang dipilihnya. Ia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri terhadap sesuatu diluar dirinya. Oleh karena
itu maka Manusia dipandang sebagai satu-satunya makhluk yang dimana eksistensinya mendahuli esensinya.

Kesimpulan
Manusia hidup dalam sebuah dunia yang menuntutnya untuk melakukan tindakan-tindakan dalam kehidupan kesehariannya. Namun, manusia juga dituntut untuk tidak begitu saja tenggelam dalam keseharian yang menjemukan tanpa disertai sebuah penghayatan terhadap kesehariannya tersebut. Oleh karena itu, tindakan keseharian manusia sebaiknya merupakan tindakan yang memiliki makna tertentu bagi keberadaannya di dalam dunia. Dengan demikian, setiap individu hendaknya menghayati secara terus menerus mengenai diri dan tindakannya dalam tiap kesempatannya sebab jika tidak demikian, individu hanya akan terjatuh dalam suatu rutinitas keseharian belaka tanpa makna.
Jika melihat sejarah dari aliran eksistensialisme maka dapat kita dapati bahwa eksistensialisme merupakan sebuah kritik perlawanan serta ketidaksetujuan terhadap aliran Idealisme ataupun materialisme, maka disini kita melihat perjuangan para filsuf eksistensialis dalam mencari arti kebebasan manusia yang otonom, merdeka, dan, bertanggungjawab.
Dalam pandangan klasik, kebebasan manusia selalu dipertentangkan dengan konsep determinisme (determinism), yakni paham yang berpendapat, bahwa semua pikiran, tindakan, dan perilaku manusia sudah ditentukan sebelumnya, baik secara sosial ataupun biologis. Ini berarti bahwa jika orang ditentukan oleh lingkungan sosialnya, atau oleh kondisi tubuhnya, maka orang tersebut tidaklah bebas. Inilah argumen yang coba dipertahankan oleh para ahli psikologi dan scientist.
Namun menurut saya, argumen ini tidaklah tepat. Kenyataan bahwa kita dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial dan biologis tidak berarti bahwa kita tidaklah bebas. Sebaliknya kebebasan, jika dipahami sebagai kemampuan manusia untuk mempertimbangkan secara rasional pilihan-pilihan hidupnya, memutuskan berdasarkan pertimbangan itu, dan mengontrol dirinya dari hasrat-hasrat yang bertentangan dengan keputusan maupun tujuannya. Justru berada di dalam konteks lingkungan sosial maupun biologis manusia. Jadi kebebasan dan determinisme sebenarnya bukanlah hal yang perlu dipertentangkan. Dan dengan begitu maka dapat dikatakan bahwa kebebasan manusia adalah merupakan hal yang absolut.

Man nothing else but his plan; he exist only to the extend that he fulfills himself; he is therefore nothing else than the ensemble of his acts, nothing else than his life”
---sartre---


Senin, 12 Desember 2011

Filsafat kegalauan

Filsafat kegalauan


Enam bulan berlalu sejak aku menjalani perkuliahan di Jurusan Ilmu Filsafat UI, tak terasa memang tapi ya begitulah hidup, benar-benar berjalan seperti air. Aku masih Ingat betul, ketika aku pertama kali masuk kedalam jurusan ini, yang kemudian disusul dengan acara berkenalan satu sama lain dengan kawan-kawan Filsafat 2011. disini Aku menemukan orang-orang yang belum pernah kutemui sebelumnya. Berbagai macam karakter yg belum pernah kupikirkan ada ternyata bisa kutemui disini. Seperti Jarang mandi, pendiam, over acting, serius, berantakan dan banyak lagi yang lainnya juga bertemu dengan senior-senior yang eksentrik Awalnya sihh Aku sempat Cultural Shok juga. Kenapa? Karena dulu di sekolahku yang Semi pesantren (SMA Muhammadiyah Sawangan) tidak ada orang-orang semacam ini. Hheheh, , , ,:P akan tetapi seiring berjalannya waktu aku bisa mulai memahami dan bisa bersahabat baik dengan mereka.
Hari-hari perkuliahanku dipenuhi oleh Diskusi-diskusi dikelas. Ya sekali lagi saya tekankan “Diskusi” dalam diskusi ini teman-temanku berusaha mempertahankan argumennya agar jangan sampai bisa diruntuhkan oleh teori lain, yang terkadang dalam prakteknya tidak jarang terjadi Debat kusir. #wkwkwk, , , :D Namun Disinilah aku mulai belajar menganalisis setiap permasalahan, setiap aku melihat Realita entah kenapa aku selalu jadi mempertanyakannya. Misalnya :
-kenapa sihh manusia harus hidup?
-Apa makna kehidupan?
-Apakah Tuhan itu?
-Apa itu apa?
Hhahahahahahah, , , , , , :D
mungkin sebagian orang melihat kami udah aneh. Tetapi dibalik keanehan tersebut sebenarnya mempunyai makna yang mendalam lhoo!!! sebagai contoh orang-orang melihat sesuatu yang sudah biasa adalah sebuah kebiasaan yang wajar. Tetapi kami tidak seperti itu, kami selalu memandang hal-hal yang biasa dengan cara tidak biasa dan selalu ingin mengetahui hakikatnya lebih dalam. Kalau dianalogikan mungkin aku seolah-olah menjadi seorang anak kecil yang selalu mempertanyakan segala sesuatu. #masih polos gitu :P
Oya dulu aku sempat berpikir, Filsafat tuhh apa yaa??? denger2 siih kata orang2 filsafat tuhh Atheis, aneh, eksklusif, error dan pokoknya yang jelek-jelek dilimpahkan kefilsafat semua dehh, , ,
tapiiii, , , , , ,
Setelah aku sudah tercebur dalam-dalam kedalam Jurusan ini Aku mulai mendapatkan suatu pencerahan. (ciee, , , :P) bahwa stereotipe yg dilimpahkan kepada Filsafat tuhh tidak sepenuhnya benar, walaupun memang ada yg seperti itu #nah lho?. Tapi tetap saja aku mengetahui bahwa Filsafat tuh sebetulnya adalah Mother of science atau Induk dari segala Ilmu. Betapa tidak, kalau saja di Negara itu (red ; Yunani ) tidak ada orang-orang seperti Thales, anaximandros, Plato, aristoteles dkk. Mungkin sampai saat ini kitak tidak akan mengetahui ilmu2 sosial dan ilmu eksak.
Maka sudah seharusnyalah kita berterimakasih kepada mereka. #makasihh ya pak :P dan
menemukan satu hal yang unik yaitu Freedom. Disini aku berada dalam sebuah kelas yang benar-benar bebas, kita boleh berpikir tentang apa saja. Yapzzz, , , , Namun menurut pendapatku sebebas-bebasnya kita berpikir namun pikiran itu sendiri ada batasnya lhoo, , ,
terkadang kita tidak sanggup menalar sesuatu yang begitu besar. Seperti Tuhan misalnya. Oleh karena itu sebagai Mahasiswa Filsafat yang masih berpegang teguh pada agama aku cenderung berpegang teguh pada akal dan wahyu. Karena menurutku kedua-duanya tidak bertentangan sama sekali, Akal adalah Ciptaan Allah dan wahyu adalah juga dari pemberian Allah. Maka sudah seharusnyalah kita berpegang teguh kepada keduanya.

Selasa, 06 Desember 2011

Ayat-ayat yang berhubungan dengan masyarakat Jahiliyah.. .


''“Sesungguhnya orang-orang yang tidak berharap bertemu dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang- orang yang melalaikan ayat-ayat Kami.” (Q.s. Yunus: 7).'

“"Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak mempedulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari Kiamat)."” (Q.s. al-Insan: 27).

“"Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’.” “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apa pun, dan tidak menda- pat petunjuk?” (Q.s. al-Baqarah: 170)."

“"Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat mengingin- kannya”. (Q.s. Yusuf: 103).
“Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis.” (Q.s. an-Nisa’: 46)."

“"Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan memper- sekutukan-Nya (dengan yang lain)." (Q.s. Yusuf: 106).

“Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih tahu tentang orang yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dia lebih tahu tentang orang- orang yang mendapat petunjuk.” (Q.s. al-An‘am: 117).
Dan sebagian besar dari mereka hanya mengikuti prasangka. Sesungguhnya pra- sangka itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerja- kan.” (Q.s. Yunus: 36).

Sikap yang diambil oleh orang-orang beriman dalam mencari kebenaran dijelaskan di dalam al-Qur’an:
“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang- orang yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa taat, maka mereka itu benar- benar telah memilih jalan yang lurus.” (Q.s. al-Jin: 14).

“Barangsiapa berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya
sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain, dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (Q.s. al-Isra’: 15).

“Dan Tuhanmu tidak akan menghancur- kan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota- kota; kecuali penduduknya melakukan keza- liman.” (Q.s. al-Qashash: 59).

“Lalu Kami utus kepada mereka, seorang rasul dari kalangan mereka sendiri (yang ber- kata): ‘Beribadahlah kepada Allah, sekali- kali tidak ada tuhan selain Dia. Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?’.” (Q.s. al-Mu’minun: 32).

“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam satu negeri, melainkan orang- orang yang hidup mewah di negeri itu ber- kata, ‘Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak- jejak mereka’.” (Q.s. az-Zukhruf: 23).

“Sungguh benar-benar rugi orang-orang yang mendustakan pertemuan dengan Allah; sehingga apabila Kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: ‘Alangkah besarnya penyesalan kami atas kelalaian kami tentang Kiamat itu!’, sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggung- nya. Ingatlah, amat buruk apa yang mereka pikul itu.” (Q.s. al-An‘am: 31).

“Maka Allah memberi mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Q.s. Ali Imran: 148).

Katakanlah: ‘Siapakah yang mengha- ramkan perhiasan dari Allah yang telah Dia keluarkan untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?’ Katakanlah: ‘Semua itu (disedia- kan) untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari Kiamat.’ Demikianlah Kami menje- laskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui.” (Q.s. al-A‘raf: 32).

“Yang demikian itu disebabkan karena sesungguhnya mereka mencintai kehidupan di dunia lebih dari akhirat, dan bahwasanya Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang kafir.” (Q.s. an-Nahl: 107).












Pojok Komentar !!! :D