Senin, 28 November 2011

WHETHER WE HAVE FREE WILL


Begitu banyak pilihan yang ada dalam hidup ini dan terkadang kita diharuskan memilih salah satunya. Seperti ketika kita dihadapkan pada pilihan apakah kita akan memilih buah peach atau kue coklat yang besar dan lezat. Pada awalnya kita akan tergiur dengan kue coklat yang besar dan mengabaikan program diet yang sedang kita lakukan. Ketika tiba dirumah, kita menyesali pilihan kita dan berharap jika kita dihadapkan kepada pilihan yang sama kita akan memilih buah peach yang tidak merusak program diet. Kebebasan adalah kualitas tidak adanya rintangan nasib, keharusan, atau keadaan di dalam keputusan atau tindakan seseorang. Salah satu arti paling dasar kebebasan berkisar pada ide pilihan yang berarti. Dalam arti ini, kebebasan berarti daya seleksi salah satu dari dua atau lebih alternatif (kemungkinan). Contohnya adalah Dasar ini menjawab pertanyaan "what you mean if you say you could have done something other than what you did" dalam buku What does it all mean Thomas Nagel.

Menurut Aquinas kehendak didefinisikan sebagai appetitus intellectualis (nafsu intelektual), yang menmpengaruhi dan dipengaruhi rasio.
Secara terminologis, kehendak bebas tidak berarti bahwa manusia dalam situasi-situasi konkret selalu berkehendak bebas, karena banyak kegiatan sehari-sehari dijalankan tanpa memperhitungkan motif-motif yang terkandung.

Kehendak bebas itu tidak ada, sebagai contoh, kita tidak dapat memilih tempat kelahiran kita, orang tua kita, bahkan kematian diri kita sendiri. Begitupun didalam alam demokrasi, kita bebas menentukan pilihan siapa pemimpin kita (tapi dibatasi oleh calon yang telah ditetapkan oleh Komite Pemilihan Umum), kita bebas memilih, tapi pilihan kita dipengaruhi oleh pemilih yang lain, yang menang, belum tentu yang kita inginkan.
Lalu adakah kita memiliki Kehendak Bebas dalam arti sebenarnya. Kehendak bebas saya tidak bebas karena saya terbatas.

Salah seorang filsuf terdahulupun setuju akan ketidakbebasan manusia, Ia adalah St. Augustinus yang menegaskan bahwa kehendak manusia itu tidak bebas karena ia tunduk kepada nafsunya. Kehendak yang telah ditawan oleh dosa ini tidak dapat berbuat apa-apa bagi kebenaran. Kehendak ini tidak bebas kecuali oleh anugerah Tuhan. Dan jika kita adalah budak dosa, mengapa kita menyombongkan diri dengan berkata memiliki kehendak bebas? Orang bisa saja mengatakan bahwa kehendaknya bebas, tetapi bukan yang dimerdekakan; ia bebas dari kebenaran dan diperbudak oleh dosa.

Oleh karena itu manusia tidak dapat berangkuh diri mengatakan dirinya bebas merdeka, bebas melakukan apa saja. Sesungguhnya, dan jika dipikirkan kembali, terasa bahwa pada segala apapun yang menjadikan kita ada, kita tidak memiliki kebebasan “mutlak”. Jadi sekali lagi kehendak bebas itu benar-benar tidak ada, kita bebas dalam segala keterbatasan kita.
Kalau kita bebas dalam keterbatasan kita, kita juga dipengaruhi oleh kebebasan yang dimiliki oleh orang lain yang akan mempengaruhi kebebasan kita.

Referensi

Hasan, Fuad. mengenal eksistensialisme 1985. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat 2005. Jakarta : PT. Gramedia
http://agorsiloku.wordpress.com/2008/05/01/manusia-itu-tidak-memiliki-kehendak-bebas-sama-sekali…/
http://www.kadnet.info/web/index.php?option=com_content&view=article&id=2760:apakah-manusia-benar-benar-memiliki-kehendak-bebas&catid=51:supplement&Itemid=65
http://www.thisisreformed.org/artikel/institute_kehendakmanusia.pdf











“Kehendak bebas saya tidak bebas karena saya terbatas.”





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pojok Komentar !!! :D